Mencari Sumber Pupuk Organik
Oleh : Prof.Dr.Ir.H. Suntoro Wongso Atmojo. MS.
Untuk
mempertahankan dan meningkatkan bahan organik tanah, diperlukan penambahan
organik secara berangsur. Masalah utama dalam penggunaan pupuk organik adalah
perlu jumlah yang terlalu banyak, dan ketidak tersediaan sumber bahan organik
di lapang. Memang pupuk kandang telah terbukti sejak nenek moyang kita sebagai
pupuk yang mampu untuk mempertahankan bahkan memperbaiki kesuburan tanah. Kita
tidak bisa mengandalkan pupuk kandang sebagai satu-satunya sumber bahan
organik, mengingat populasi ternak yang dimiliki petani semakin lama semakin
berkurang. Oleh karena itu perlu dicari sumber bahan
organik yang potensial setempat.
Potensial setempat yang dimaksud adalah sumber bahan organik tersebut mudah
didapatkan dilapangan, dalam jumlah memadai, dan efektif dalam peningkatan
keharaan tanah.
Sebenarnya sumber bahan organik yang ada di lapangan cukup banyak namun
terkadang kita belum tahu atau tidak biasa menggunakannya. Berbagai sumber
bahan organik yang dapat dikembangkan antara lain: pupuk hijau (hasil pangkasan
tanaman), sisa tanaman (misal jerami), sampah kota dan limbah industri.
Pupuk Hijau.
Bahan organik yang digunakan sebagai sumber pupuk dapat berasal dari bahan
tanaman, yang sering disebut sebagai pupuk hijau. Biasanya pupuk hijau yang
digunakan berasal dari tanaman legum, karena kemampuan tanaman ini mampu
mengikat N2-udara dengan bantuan bakteri rizobium, menyebabkan kadar N dalam
tanaman relatif tinggi. Karena kandungan hara nitrogennya tinggi, maka
penggunan pupuk hijau dapat diberikan
langsung bersama pengolahan tanah, tanpa harus mengalami proses pengomposan
terlebih dahulu.
Sebenarnya penggunaan pupuk hijau ini bukan barang baru lagi, namun karena
sudah banyak ditinggalkan oleh petani maka pupuk hijau ini terabaikan. Misalnya
pada tahun tujuh puluhan, merupakan
suatu keharusan pihak pabrik tembakau di Klaten, menanam Crotalaria juncea (orok-orok) pada setiap habis panen tembakau,
bertujuan untuk mengembalikan dan memperbaiki kesuburan tanahnya. Setelah
tembakau dipanen, ditanam orok-orok, setelah besar maka tanaman orok-ork ini
dirobohkan dan dicampur dengan tanah saat pengolahan tanah (pembajakan) yang kemudian
digenangi. Tetapi pada masa sekarang keharusan tersebut sukar dipenuhi baik
oleh pihak pabrik maupun petani. Petani merasa keberatan bila sawahnya ditanami
legum (orok-orok), karena dianggap tidak produktif, selama penanaman orok-orok
(sekitar 1 bulan). Tanaman Crotalaria
juncea di samping hasil biomasanya tinggi juga mempunyai kandungan N tinggi
pula (3,01 % N).
Masih banyak tanaman legum lainya sebagai pupuk hijau yang dapat
dikembangkan yang memiliki kualitas hara tinggi. Tanaman legum semusim yang
berbentuk perdu yang lain yang dapat digunakan sebagai pupuk hijau adalah Tephrosia candida, sedang yang berbentuk
semak berbatang lembek antara lain Colopogonium
muconaides (3,2 % N), Centrosema. Sp, dan Mimosa invisa yang banyak digunakan di perkebunan-perkebunan karet
dan kelapa sawit. Untuk tanaman pupuk hijau yang berbentuk pohon yang biasa
digunakan sebagai pohon pelindung atau sebagai tanaman pagar dalam sistem
pertanian lorong antara lain Glerisedia
sepium (gamal) (3,46 % N), Leucaena
glauca (lamtoro) , dan Sesbania
grandiflora (turi putih) (2,42 % N).
Tumbuhan air yang banyak
dikembangkan sebagai pupuk hijau adalah Azolla
( A. mexicana, A. microphylla dan A. pinnata). Tanaman air ini termasuk tanaman penambat N2
udara. Azolla apabila dimasukkan dalam tanah, pada kondisi tergenang akan
terombak dan selama 2 minggu mampu melepas 60-80 % dari N yang dikandungnya.
Penggunaan Azzola sebagai pupuk ini cukup potensial dikembangkan dilahan
persawahan. Dalam penelitian dilaporkan penggunaan Azolla untuk budidaya padi
sawah mampu memasok 20-40 kg N per hektar ke dalam tanah dan mampu meningkatkan
hasil padi 19,23 % atau 0,5 ton per hektar. Apabila penggunaan azolla diberikan
dua kali yaitu sebelum dan sesudah tanam,
peningkatan hasil padi bisa mencapai 38,46 % atau 1 ton per hektar.
Contoh lain tanaman air yang banyak digunakan masyarakat sekitar Rawapening
adalah memanfaatkan tanaman enceng gondok sebagai sumber bahan organik untuk
pupuk. Sebenarnya enceng gondok sebagai pencemar pengairan yang banyak kita dapatkan
diperairan kita seperti di sungai-sungai, dam dan waduk yang dekat dengan
perkotaan atau daerah pertanian, karena adanya pengayaan hara dalam perairan
maka tumbuh tanaman ini. Walaupun tanaman ini tidak bisa menmbat N, namun
karena pertumbuhan cepat dan biomasa/volumenya banyak dan bahannya sangat lunak
dan berair, maka enceng gondok potensial dimanfaatkan sebagai pupuk organik
yang berkulitas. Pupuk organik ini banyak digunakan untuk tanaman hias,
hortikultura dan bahkan perkebunan.
Pada akhir-akhir ini, mengingat
semakin terbatasnya bahan organik yang tersedia, maka dikembangkan
tanaman-tanaman nonlegum untuk dapat digunakan sebagai bahan pupuk hijau yang
cukup potensial. Tentunya harus ada pedoman atau patokan bahan tanaman yang
potensial dapat digunakan untuk pupuk. Suatu tanaman dapat digunakan sebagai
pupuk hijau apabila (1) cepat tumbuh; (2) bagian atas banyak dan lunak (succulent); dan (3) kesanggupannya
tumbuh cepat pada tanah yang kurang subur, sehingga cocok dalam rotasi.
Terkadang kita tidak berfikir penggunaan bahan organik mempunyai kelebihan
dalam pelepasan hara dapat secara perlahan-lahan, sehingga akan berpengaruh
pada penyediaan jangka panjangnya. Sehingga pengaruh residu bahan organik dapat
dirasakan pada musim tanam berikutnya.
Sebenarnya banyak bahan yang dapat kita gunakan sebagai sumber bahan
organik untuk pupuk. Bahkan dalam penelitian yang telah saya lakukan, taaman
kirinyu atau krenu (Cromolaena odorata)
ternyata mempunyai potensi untuk digunakan sebagai tanaman pupuk hijau pada
budidaya kacang tanah. Biomasa kirinyu mempunyai kandungan hara yang cukup
tinggi, mengandung hara nitrogen 2.65% N, mengandung hara fosfor 0.53% P
dan mengandung hara kalium 1.9% K
sehingga biomasa kirinyu merupakan sumber bahan organik yang potensial untuk
perbaikan kesuburan tanah. Contoh yang lain untuk daerah dataran tinggi, banyak
tumbuh tanaman perdu lainya yang dapat digunakan sebagai bahan pupuk hijau
antara lain tanaman paitan (Titonia
diversifolia), tanaman ini telah dikembangkan sebagai sumber bahan organik
untuk meningkatkan ketersediaan hara.
Sisa tanaman dan Sampah Kota.
Sisa tanaman dapat digunakan sebagai pupuk yang berperan sebagai suatu
cadangan yang dapat didaurkan kembali untuk meningkatkan ketersediaan dan
pengawetan hara dalam tanah. Dalam penggunaan sisa tanaman ini tentunya harus
dilihat kandungan haranya. Praktek-praktek pengelolaan sisa tanaman memegang
peranan utama dalam mengatur ketersediaan hara yang terkandung dalam sisa
tanaman. Jerami padi, jagung dan tebu merupakan sisa tanaman yang mempunyai
nisbah C/N yang tinggi, sehingga perlu adanya waktu pemeraman (incubation), atau pengomposan terlebih
dahulu dalam praktek pemakaiannya.
Sampah kota merupakan bahan organik yang banyak kita temukan di kota-kota
besar, yang merupakan permasalahan lingkungan dalam penanganannya. Usaha
penggunaan sampah kota untuk aplikasi langsung di lahan pertanian, umumnya
mengalami berbagai permasalahan. Beberapa sebab ketidak berhasilan penggunaan
sampah kota sebagai pupuk antara lain: (1) masalah ekonomi pengumpulannya dan
pemindahan bahan, (2) kesulitan pemisahan dan pensortiran bahan yang tidak
terlapukan secara biologis (seperti : kaca, plastik, logam), (3) kandungan hara
khususnya N setiap bahan sangat bervariasi. Apabila bahan yang tahan lapuk
telah dipilahkan, suatu teknologi yang dapat direkomendasikan untuk pemanfaatan
sampah kota adalah pengomposan.
Sifat yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sampah kota : (1) Adanya
kontaminasi gelas, plastik dan logam, sehingga bahan-bahan ini perlu
dikeluarkan dari bahan pupuk; (2) Kandungan hara. Nilai C/N bahan pada umumnya
masih relatif tinggi sehingga perlu pengomposan; (3) Komposisi organik sampah
kota sangatlah bervariasi, bahkan kadang-kadang terdapat senyawa organik yang
bersifat racun bagi tanaman; (4) Terdapat banyak sekali macam mikrobia dalam
sampah kota baik bakteri, fungi dan actinomycetes, bahkan perlu diwaspadai
adanya mikrobia patogen bagi tumbuhan atau manusia.
Pengomposan.
Pengomposan bertujuan untuk mematangkan bahan organik yang masih mentah.
Bahan organik yang masih mentah (C/N tinggi), seperti jerami padi, jagung dan
sampah kota, apabila diberikan secara langsung ke dalam tanah akan berdampak
negatip terhadap ketersediaan hara tanah.
Bahan organik langsung akan disantap oleh mikrobia untuk memperoleh
energi, dan akan memerlukan hara untuk tumbuh dan berkembang, yang diambil dari
tanah yang seyogyanya digunakan oleh tanaman, sehingga justru terjadi
persaingan mikrobia dan tanaman untuk memperebutkan hara yang ada. Oleh karena itu
bahan harus kita komposkan dahulu.
Salah satu cara pengomposan yang sederhana adalah proses pengomposan aerob,
cara ini paling mudah dilakukan dan hasilnya relatif memuaskan. Sebenarnya
proses pengomposan aerobik sampah kota ini, dapat diterapkan dalam skala kecil.
Yaitu sampah yang telah diambil dari rumah tangga yang telah dipisahkan dari
sampah anorganik ditumpuk disuatu tempat dengan ketinggian tidak lebih dari 1,5
m, kemudian tumpukan sampah ini diusahakan jangan terjadi pemadatan untuk
menjamin pasokan aliran udara (aerasi)
di antara celah-celah antar sampah. Setelah itu aktifitas biologi
(mikrobia) mulai berjalan untuk mulai proses perombakan sampah organik. Proses
perombakan aerobik ini berlangsung kurang lebih dalam 45 hari.
Selama proses pengomposan berlangsung perlu kondisi kelembaban dan
sirkulasi udara yang cukup baik untuk aerasi. Pada hari ke 5-25 suhu dalam tumpukan akan meningkat. Tumpukan bahan
semakin tambah hari akan semakin menyusut. Selama pengomposan dalam keadaan
aerob ini tidak menimbulkan bau busuk bahkan sering kali menimbulkan aroma yang
menyegarkan. Proses akan lebih cepat jika kita siramkan air kencing sapi, domba
dan lainnya. Unsur amoniak (N) dari kencing ini akan memacu proses perombakan.
Atau dapat kita tambahkan hara (pupuk). Untuk menjaga kelembaban perlu
penyiraman secara periodik. Pembalikan bahan perlu dilakukan. Kompos sudah
matang jika temperaatur stabil dan tidak panas lagi serta bentuk fisiknya
berubah. Oleh karena itu sumber bahan organik yang dapat kita gunakan dapat
kita cari dari yang ada disekitar kita,
sehingga saatnya kita menuju ke pertanian organik.
Comments
Post a Comment