Pengendalian Terpadu terhadap Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS)
Pendahuluan
Ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS)
yang utama serta sering menimbulkan kerugian adalah ulat api (Lepidoptera :
Limacodidae) dan ulat kantong (Lepidoptera : Psychidae). Hasil Percobaan
simulasi kerusakan daun yang dilakukan pada kelapa sawit umur 1, 2 dan 8 tahun,
diperkirakan penurunan produksi mencapai <4%, 12-24% dan 30-40% pada dua
tahun setelah terjadi kehilangan daun (leaf losses) sebesar 50%.
Diperkebunan kelapa sawit masalah hama
tersebut umumnya diatasi dengan menggunakan insektisida kimia sintetik yang mampu
menurunkan populasi hama dengan cepat, sehingga dapat dihindarkan terjadinya
kerusakan daun lebih lanjut. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia
sintetik yang kurang bijaksana terbukti dapat menimbulkan berbagai dampak
negative terhadap lingkungan. Pada akhir-akhir ini di beberapa perkebunan
kelapa sawit terjadi ledakan populasi UPDKS, khususnya ulat api Setothosea asigna secara terus menerus,
dan ada kecendrungan frekuensinya menjadi semakin sering setelah aplikasi
insektisida kimia sintetik. Hal ini merupakan gejala terjadinya gangguan
terhadap fungsi dari faktor-faktor pengendali alami yang ada di dalam ekosistem
kelapa sawit, terutama kematian serangga parasitoid dan predator. Penerapan
sistem pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap UPDKS dengan mengoptimalkan
pelestarian dan pemanfaatan agensia hayati yang ada di dalam ekosistem kelapa
sawit terbukti dapat mengatasi masalah tersebut.
Sistem
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Dalam
sistem PHT, pengenalan terhadap jenis
dan biologi hama sasaran diperlukan sebagai dasar penyusunan dengan
hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut
melampaui tingkat populasi kritis yang ditentukan, serta mengutamakan
pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa
sawit. Penggunaan insektisida kimia sintetik diupayakan sebagai pilihan
terakhir, dan sedapat mungkin dipilih jenis insektisida serta tehnik aplikasi
yang paling aman bagi lingkungan, khususnya untuk kelangsungan hidup serangga
parasitoid dan predator dari hama sasaran.
Jenis UPDKS
|
Tingkat Populasi Kritis
(jumlah ulat/pelepah
|
|
Ulatb Api:
Setothosea asigna
|
5-10
|
|
Setora nitens
|
5-10
|
|
Darna trima
|
20-30
|
|
Ploneta diducta
|
10-30
|
|
Ulat Kantong:
Mahasena corbetti
|
4-5
|
|
Metisa plana
|
5-10
|
Berdasarkan letak pelepah daun yang
diserang pertama kali, maka UPDKS dapat dibedakan menjadi dua kelompok yakni
kelompok pertama yang memulai menyerang pada pelepah daun yang terletak
dibagian tengah tajuk daun kelapa sawit, dan kelompok kedua yang memulai
menyerang pada pelepah daun yang terletak dibagian bawah tajuk daun kelapa
sawit. Diantara jenis UPDKS tersebut, maka yang termasuk kelompok pertama
adalah ulat api S. asigna dan nitens, sedangkan
sisanya termasuk kelompok kedua.
Implementasi
Sistem PHT di Perkebunan Kelapa Sawit
1.
Melaksanakan
sistem monitoring populasi hama sebaik mungkin, sehingga dapat diketahui
kehadiran hama secara dini, serta dapat dipetakan dengan jelas dan terperinci
kelompok-kelompok populasi hama diareal tanaman kelapa sawit yang terserang.
Perlu di amati juga keberadaan serangga parasitoid dan predator serta
dimasukkan sebagai pertimbangan didalam mengambil keputusan untuk melaksanakan
tindakan pengendalian.
2.
Mengendalikan
kelompok-kelompok populasi yang melampaui pada populasi kritis dengan
menggunakan virus atau Bacillus
thuringiensis. Khusus untuk ulat api, dapat dilakukan kombinasi
pengendalian ulat dengan virus dan predator Eocanthecona
furcellata, serta pengendalian kepompong dengan jamur Cordyceps militaris.
3.
Melepaskan
serangga parasitoid dan predator serta menyebarkan inokulum jamur C. militaris pada areal kelapa sawit
yang tidak dijumpai adanya musuh alami UPDKS, baik diambil dari areal kelapa
sawit lainnya, maupun dari hasil pembiakan missal di laboratorium.
4.
Meninggalkan
kepompong yang terinfeksi secara alami oleh jamur C. militaris di dalam areal kelapa sawit atau ditularkan ke areal
kelapa sawit lainnya yang tidak dijumpai jamur entomopatogenik tersebut pada
saat dilakukan pengutipan kepompong.
5.
Menjaga
keberadaan tumbuhan liar yang berguna bagi keberlangsungan hidup imago serangga
parasitoid atau menanamnya dipinggiran kebun kelapa sawit.
6.
Mengangkap
ngengat UPDKS dengan lampu perangkap, Namun, mengingat aktivitas ngengat,
khususnya S. asigna, untuk mendatangi
lampu perangkap hanya berlangsung mulai dari pukul 19.00 s.d. 20.30, maka
kegiatan pemasangan lampu perangkap ngengat hanya dilakukan pada periode waktu
tersebut.
7.
Apabila
pengendalian terpaksa dilakukan dengan insektisida kimia sintetik, yakni pada
saat ledakan populasi yang meliputi hamparan luas, maka harus dipilih jenis dan
teknik aplikasi insektisida yang seaman mungkin bagi parasitoid dan predator.
Selanjutnya apabila populasi hama sudah terkendali, maka segera kembali
dilakukan langkah-langkah pengendalian seperti tersebut diatas (langkah1 s.d.
6).
No.
|
Jenis Insektisida
|
Dosis Produk
|
Cara Aplikasi
|
Sasaran
|
1.
|
Bacillus thuringiensis (biologis)
|
300-750 ml/ha
|
Penyemprotan/fogging
|
Ulat api & kantong
|
2.
|
Deltametrin
|
200-300
ml/ha
|
Penyemprotan/fogging
|
Ulat api
|
3.
|
Betasiflutrin
|
200-300 ml/ha
|
Penyemprotan/fogging
|
Ulat api
|
4.
|
Cipermetrin
|
300-500
ml/ha
|
Penyemprotan/fogging
|
Ulat api
|
5.
|
Lamda sihalotrin
|
200-300 ml/ha
|
Penyemprotan/fogging
|
Ulat api
|
6.
|
Triklorfon
|
1000 g/ ha
|
Penyemprotan/fogging
|
Ulat
Kantong
|
7.
|
Triazofos
|
1000 ml/ha
|
Penyemprotan/fogging
|
Ulat api & kantong
|
8.
|
Metamidofos
|
20-30
ml/pohon
|
- Absorpsi akar untuk tanaman berumuran <7
tahun
- Injeksi batang untuk tanaman berumur >5
tahun
|
|
Jenis dan Biologi
Jenis
UPDKS
|
Jumlah telur (butir)
|
Daur Hidup (hari)
|
|||
Telur
|
Ulat
|
Pupa
|
Total
|
||
Ulatb Api:
Setothosea asigna
|
300-400
|
6
|
50
|
40
|
96
|
Setora nitens
|
300
|
6
|
30
|
23
|
59
|
Darna trima
|
90-300
|
3-5
|
26-33
|
10-14
|
39-52
|
Ploneta diducta
|
80-225
|
4-6
|
30-37
|
11-14
|
45-57
|
Ulat Kantong:
Mahasena corbetti
|
2000-3000
|
16
|
80
|
30
|
126
|
Metisa plana
|
100-300
|
18
|
50
|
25
|
93
|
Monitoring Populasi
1. Pengamatan global – Dibuat titik
sampai tetap pada tiap blok kelapa sawit dengan jumlah pohon sampel sebanyak 1
pohon/ha dan ditentukan secara sistematis dimulai dari pinggir blok, serta
ditandai dengan cat. Setiap bulan dilakukan pengamatan global terhadap populasi
hama pada pohon sampel atau 1 pohon dari 6 pohon di sekitar pohon sampel.
Setiap pohon sampel diamati jenis dan populasi UPDKS yang ada pada dua sampel
pelepah daun, masing-masing pada bagian tengah dan bawah tajuk daun kelapa
sawit. Pada tanaman tua, pelepah daun terpaksa dipotong dan sebaiknya hanya
dipotong satu pelepah daun per pohon atau berarti pada setiap kali pengamatan
dipotong 1 pelepah daun bawah pada satu pohon sampel dan 1 pelepah daun tengah
pada pohon sampel lain yang berada didekatnya. Hasil pengamatan kemudian
disusun dalam peta blok, dan apabila UPDKS yang dijumpai jumlahnya melebihi
tingkat populasi kritis yang ditentukan, maka segera dilakukan pengamatan
efektif.
2. Pengamatan efektif – Pengamatan
efektif hanya dilakukan pada bagian dari blok yang dijumpai ada UPDKS dengan
mengambil 5 pohon sampel/ha yang ditentukan secara sistematis. Pada setiap
pohon sampel hanya diamati satu pelepah daun, sesuai dengan kelompok UPDKS yang
dijumpai. Pengamatan efektif ini diperlukan untuk menentukan batas areal kelapa
sawit yang harus dilakukan pengendalian.
Sumber: Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan
Comments
Post a Comment